Archive | Life & stuff RSS feed for this section

#WritingChallengeJune – Choices

25 Jun

Peace, Couple, Old, Retired, Sitting, Bench, Lake, View

Two years ago, a man asked for my hand in marriage.

I, being the person that I am, said, “Not now, please.

He said, he had wanted stability and future, and he wanted it to be with me. While I longed for something else, flexibility and present.

Looking back, I realize at that moment it was my fear who did all the talking and thinking. I kind of freezing up and said the only answer I could muster, “not now, please.” I remember thinking that I was not ready to this ‘next step of commitment’ he offered. I remember the silence after. A few second longer than it supposed to. It got more uncomfortable by each passing second.

He then calmly tilted my chin up and asked, “Why?

I gave him the same answer I gave to someone else before him. The same answer that 12 years old me had me promised. “Because I made a promise to myself that I won’t get married younger than 25 years old.” I looked at his eyes and said, “My biggest fear is regret. I don’t want to marry young and later feel like I was missing the opportunity to do more before signing up for more serious commitment like marriage. I want to do it right.

I guess, everyone start off as a blank piece of paper until they decide to write their own stories and rules. For me, I have this milestone guide that I made after I got inspired from reading a lot of motivation books and biography. The marriage’s milestone definitely won’t happen before the age of 25. I mean, by giving myself 25 years, I supposedly give myself chances to take many risky opportunities and experience a lot of failures as the cost of figuring out what I want to do and be. Choices that perhaps I couldn’t afford to make after having a family of my own.

This kind of silence was killing me slowly. There he sat quietly while gazing at me. I just had to say something. Anything.

If marriage is your number one priority right now, I won’t try to hold you back or even tell you to wait for me. It would be unfair for both of us.” I don’t remember how low my voice became after each word. It felt like an episode of past life was happening all over again. Losing another person for my inability to say yes. There was I, stared anywhere but him and started to prepare for the worst.

When he finally started to speak, he reached out for my fingers. Our eyes met.

He said, “I don’t mind waiting. It is you that I want.

 

Dad’s Words on Marriage

4 Feb

LRM_EXPORT_34608207986170_20181126_150852163.jpeg

You are beautiful.

The marriage won’t complete you. Neither will the man. You complete yourself. If you do not surround yourself with things and people that make you wholesome or complete, nothing else can.

His quirkiness and the machismo that drives you nuts now might be a point of trigger for you later. He WILL stop being attractive. He will get clumsy, flawed, and weaker. Fix your attraction on him as a person, not on how he looks or carries himself.

Everything about him might push you to your limits of wit and will. What he thinks as a joke might be offensive to you. What he thinks as ordinary might be a huge deal for you. Lose the fantasy that you are entitled to love everything about him. You are two different entities.

As much as people say love does not sustain the relationship, you should also remember that love can be worked on and improved. With consistent and team-driven efforts. Take one step. Watch him take another. Leap further. He will hop along.

Marriage is a forge. A beautiful forge. You are free to nurture your skills. Carefully and fondly. Anything can be forged. A beautiful, shiny sword. Or a blunt, rusty mace. It is in your hands. Marriage is a crafty handiwork. Yours.

Treat him like how you would want me to treat your mother.

When and if everything goes wrong. When and if he wrongs you. When and if the whole world is plotting to hurt you, kill you, destroy you. When the last option of help fails you, you know what to do:

Knock my door.

When and if you have done the most disgusting sin in the world and when God abandons you, you know what to do:

Knock my door.

Tread on, my love. With every huff and puff and every misstep, remember, I have got your back.

Hiss pride and breathe respect.

You are beautiful.

Regards,
Dea

Perjalanan Menuju Sehat Absolut

30 Jan

davide-cantelli-148407-unsplash

Pertanyaan yang sering terucap ketika bertemu dengan teman lama adalah seputar perubahan bentuk tubuh, seperti “jadi gemukan ya sekarang?” atau “wah, udah punya perut bos (baca: buncit) ya sekarang? Makmur bro.” Memang tidak bisa dipungkiri bahwa bentuk tubuh terutama ukuran pipi dan lingkar perut adalah beberapa hal pertama yang langsung diperhatikan oleh orang lain. Meskipun banyak millenial muda masa kini yang mengagung-agungkan body positivity atau mencintai tubuhmu apapun bentuknya, tetapi tetap saja kata-kata yang keluar dari mulut sebagian manusia itu tetap menjadi komentar menusuk, tidak peduli seberapa positif mindset kita. Terutama sih untuk orang-orang yang memang memiliki masalah kepercayaan diri, tidak peduli berapapun angka di timbangan.

Sebenarnya kalau diusut kembali, yang bermasalah bukan angka di timbangan ataupun tingkat kepercayaan diri masing-masing. Sehat memiliki definisi yang berbeda bagi setiap orang. Apakah sehat fisiknya? Apakah sehat mentalnya? Apakah sehat gaya hidupnya? Pun definisi sehat lainnya. Sehat dompet? haha duh jangan ditanya lah kalau yang satu ini. Yang penting percaya saja bahwa rezeki sudah dijamin…yah selama kita mengusahakannya.

Bagi saya sendiri, sehat melambangkan kemampuan untuk beraktivitas dengan bebas, level energi yang selalu tinggi, dan kemampuan berpikir yang optimal. Sehat adalah ketika saya memiliki mindset bahwa impian setinggi apapun pasti ada jalannya dan sangat mungkin diraih. Saat saya sedang bersedih, sehat memiliki arti tetap bergerak dan mampu berlari sejauh 5 km, hingga akhirnya rasa sedih berganti rasa lelah dan senyum tersungging di bibir. Saat saya sedang bahagia, sehat berarti saya dapat berbagi energi bahagia itu dengan orang lain dan bisa membuat orang lain tak lagi merasakan beratnya hidup, walau hanya sejenak. Sehat bagi saya adalah kata kerja, karena sehat membuat saya menjadi lebih aktif dan juga menjadi lebih bahagia karenanya. Sehat bagi saya sudah menjadi sumber motivasi saya, sehingga sangatlah penting untuk dijaga.

 

 

Dalam perjalanan saya menjaga sehat ini, saya mencoba menerapkan pola makan sesuai kearifan lokal yaitu 4 sehat 5 sempurna. Empat sehat terdiri dari nasi, lauk pauk, sayuran, dan buah, serta susu sebagai penyempurna. Dua minggu pertama menjalani pola makan ini, salah satu hal yang signifikan berubah adalah angka di timbangan. Jarumnya mungkin tergelincir ke angka yang lebih besar. Penyebabnya adalah tidak adanya panduan porsi yang bisa diikuti. Jadi yaa ketika itu ya saya penuhi saja piring dan hanya fokus di kelengkapan jenis makanan.

Hal lainnya adalah saya tidak bisa menikmati beragam makanan yang langsung dimakan sekaligus. Bagi saya, nasi panas dan sambal terong/tempe terasa nikmat sekali dimakan begitu saja dibanding jika ditambah dengan asem-asem daging. Begitu juga nasi dengan sayur sop terasa lebih nikmat tanpa perlu lauk tambahan semacam tahu/tempe goreng. Jika diibaratkan perbandingan lebih jelasnya, maka seperti ini. Tersedia nasi, telur, potongan sayur dan ikan. Orang lain cenderung memilih variasi nasi goreng dengan telur dadar dan ikan goreng. Sedangkan bagi saya, nasi goreng dengan paduan potongan sayur, telur dan ikan yang dicampur itu justru terasa lebih nikmat.

Tantangan kedua adalah susu. Susu sebagai penyempurna gizi ini saya beli di dekat rumah saya dan dijual dalam ukuran satu liter susu yang harus direbus terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Setelah beberapa hari berusaha beradaptasi, saya jadi tahu bahwa saya memiliki intoleransi laktosa ringan dan hanya bisa meminum susu paling banyak 300ml. Akhirnya dengan pertimbangan tertentu, saya berhenti  dan mulai mencari pola makan lain yang lebih sesuai.

Saya mulai tergoda untuk menghitung kalori pada setiap makanan saya sejak mengikuti beberapa akun instagram terkenal yang selalu menampilkan jumlah kalori dalam setiap foto makanan yang diunggah. Sesuai teorinya, rata-rata manusia memiliki kebutuhan kalori sebesar 2000 kal/harinya. Namun, pada kenyataannya setiap manusia memiliki kebutuhan kalori yang berbeda didasarkan pada umur, tinggi badan dan intensitas aktivitas (sedentary lifestyle, moderate lifestyle, very active lifestyle). Total konsumsi kalori harian yang lebih rendah dari total kebutuhan kalori perhari maka defisit ini dapat berdampak pada penurunan berat badan. Jadi bagi kalian yang ingin mengurangi berat badan, maka pastikan total kalori yang kamu konsumsi lebih sedikit daripada jumlah kebutuhan kalorimu. Dalam menghitung kebutuhan kalori harian, saya menggunakan kalkulator kalori ini.

mindful-dinner

Karena tujuan awal saya bukan untuk diet menurunkan berat badan, jadi saya hanya mengatur makan sesuai dengan jumlah kebutuhan kalori saja dan didampingi dengan olahraga ringan seperti lari pagi dan barbel. Setiap memasak sesuatu di rumah, saya selalu menakar sayur buah dan bumbu dapur yang digunakan dan mencari referensi besaran kalorinya secara online. Semua berjalan lancar, hingga pada saat saya dine out dengan beberapa teman. Saya kesulitan menghitung kalori makanan yang saya pesan. Sebagian besar hitungan saya hanya kira-kira saja, sampai akhirnya saya frustasi sendiri karena memang minggu-minggu itu sering sekali agenda meeting di luar. Frustasi karena hitungan kalori yang embuh. Frustasi karena tidak bisa mengontrol maupun membatasi bahan-bahan yang digunakan dalam makanan pesanan. Frustasi karena ketika saya sudah terlalu frustasi bingung memesan apa dan selalu berakhir di es kopi gula sedikit atau teh hangat tanpa gula. Setelah berjuang melakukan penghitungan kalori selama dua minggu, saya menyerah. Saya merasa effort yang dilakukan terlalu besar sehingga menyulitkan saya untuk melakukannya secara konsisten. Padahal saya bertujuan mencari pola makan yang bisa diterapkan secara kontinu.

Berhubung pada saat itu saya sedang gemar belajar tentang meditasi dan hidup sehat, saya menemukan bahwa meditasi dapat dilakukan juga saat makan. Meditasi jenis ini lebih dikenal dengan nama Mindful Eating. Mindful eating ini sebenarnya merujuk ke kebiasaan makan yang fokus pada makanan dan proses memakannya, serta menghindari distraksi/pengalihan perhatian dalam bentuk apapun. Prinsip utama Minful eating adalah kontrol asupan makanan dengan pikiran tanpa perlu dengan sengaja membatasi konsumsi makanan tertentu.

Awal mencoba mindful eating, saya memulai dengan membiasakan tiga hal. Pertama, selalu memastikan makan dengan posisi duduk. Kebiasaan pertama ini kelihatannya cukup mudah, tapi ternyata setelah saya mengamati, di banyak kesempatan saya masih makan tidak dengan posisi duduk. Makan saat kondangan dengan posisi berdiri. Minum sambil jalan kesana kemari. Makan cemilan dengan posisi setengah rebahan saat menonton film di laptop.

Kedua, membiasakan makan secara perlahan. Yang dimaksud dengan makan perlahan di sini bukan sekedar ditandai dengan waktu mengunyah makanan. Tujuan utama dari makan secara perlahan adalah menghindari model autopilot dalam makan yang berakibat pada sesi makan tanpa sadar dan mendadak sudah selesai, as if meal never even happened. Beberapa teknik yang membantu saya melakukan kebiasaan ini diantaranya benar-benar tertarik (have genuine interest) terhadap makanan yang dihadapi. Menikmati seluruh proses makan, mulai dari melahap, mengunyah, serta menelan hingga suapan terakhir. Memberi perhatian lebih pada wujud, warna, tekstur, aroma, dan rasa makanan. Memberi jeda yang cukup antar suapan. Bagi saya yang sedang senang memasak, setiap kali saya makan sesuatu, saya selalu mencoba mengenali tiap bahan masakan dan bumbu yang digunakan. Ini membuat saya berhasil fokus sepenuhnya pada setiap suap makanan di hadapan saya.

Healthy vegetarian meal

Ketiga, when eating, just eating. Menghindari atau setidaknya mengurai kebiasaan makan yang di-sambi. Sebenarnya poin ketiga ini tidak dapat dipisahkan dari poin kebiasaan pertama dan kedua. Atensi dalam menikmati makanan secara penuh, hanya dapat diberikan jika otak dan pikiran kita tidak sedang teralihkan oleh hal lain. Saya sendiri menyadari bahwa saya tidak bisa mempraktekkan mindful eating jika saya masih memberikan sebagian atensi saya pada hal lain alias multitask. Kebiasaan yang ini memang agak sulit ya buat saya. Saya termasuk orang yang jika makan sendiri akan sekalian baca buku atau menonton film/youtube. Sedangkan ketika saya makan beramai-ramai, saya akan cenderung lebih seru mengobrolnya daripada menikmati makanan. Sedikit demi sedikit, saya memperbaiki kebiasaan ber-multitask ini. Tiap kali mau makan, saya rapikan meja makan. Saya perbaiki posisi duduk. Semua benda yang dapat mengalihkan perhatian, saya letakkan di luar jangkauan tangan. Setelah gelas terisi penuh dengan air putih, mindful eating saya dimulai. Oiya, gadget saya pindah ke mode getar. And I solemnly focus on the food in front of me.

Menurut penelitian, manusia butuh minimal 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru. Saya butuh dua bulan untuk langsung dapat seketika berubah ke mindset mindful eating ketika duduk menghadapi makanan, tidak peduli ada distraksi apapun dari sekitar. Cukup lama juga ya prosesnya. Di hari ke-60, saya menyadari banyak perubahan yang signifikan. Perlahan-lahan, saya semakin jarang makan gorengan. Karena ketika saya perhatikan, setiap selesai makan satu gorengan pasti leher saya menjadi sedikit gatal dan tidak nyaman. Porsi gula di teh hangat juga jauh berkurang, karena ketika minum minuman yang terlalu manis, ada sedikit rasa tidak enak badan yang hanya saya sadari ketika saya perhatikan dengan seksama. Indera perasa dan penciuman saya menjadi lebih tajam. Pengaturan porsi yang lebih baik karena tanpa sadar ketika saya menghentikan makan saat sudah kenyang, saya belajar untuk mengambil porsi yang lebih sedikit di waktu makan berikutnya. AHA moment banget waktu menyadari bahwa porsi makan yang kita butuhkan itu tidak sebanyak yang kita kira. Wah, kalau ditulis bisa panjang sekali jadinya. Karena tanpa sadar, kita mengkonsumsi banyak hal tidak pada ukurannya, bisa kurang atau justru terlalu banyak.

Mungkin ini yang dinamakan Mindful Writing kali ya. Tanpa sadar sudah mengetik sepanjang ini, segitu fokusnya haha oke disudahi dulu. Memang perjalanan apapun itu biasanya panjang dan berliku tapi selalu seru untuk dibagi. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kalian ya. Memang banyak yang belum sempat ditulis, jadi kalau masih ada yang mau ditanyakan, tulis di komentar saja ya ❤

Regards,
Dea

Belajar dari #10YearsChallenge

17 Jan

IMG_20180909_155143.jpg

Artikel ini dibikin karena terinspirasi oleh pertanyaan menarik yang aku baca siang ini di sebuah artikel psikologi dan sebuah tagar #10yearschallenge. Sedikit menjelaskan tentang tagar #10yearschallenge, tagar ini mengajak pengguna akun sosial media, terutama instagram untuk memposting foto dengan rentang waktu pembeda sejauh 10 tahun. Tagar viral ini sekiranya bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kamu telah berubah.

Seiring berjalannya waktu, perubahan menjadi satu hal yang tidak terasa tetapi pasti terjadi, baik secara fisik maupun non-fisik. Tubuh yang perlahan berubah bentuk, pilihan berpakaian yang berubah seiring dengan perubahan selera, lingkaran pertemanan yang berubah ukuran, hingga tata perilaku yang ikut berubah seiring dengan bertambahnya usia. Jika diibaratkan, seperti tetesan air yang mengikis batu tidak terlihat efek terkikisnya dalam waktu sehari atau seminggu. Namun, setelah tahun-tahun berlalu, batu akan terkikis hingga cekungannya akan sangat terlihat atau bahkan bentuknya akan hanya tersisa setengahnya.

Ilustrasi ini ditujukan untuk kamu yang menginginkan perubahan tapi menyerah karena hasil tidak selalu tampak nyata untuk dilihat. Menyerah karena sudah merasa melakukan ini dan itu tetapi hidup tetap terasa gini-gini aja. Juga untuk kamu yang sedang berjuang memompa motivasi agar terus berusaha meraih hidup yang lebih baik meskipun perjuangan justru terasa semakin berat. Kalau semangatmu sudah mentok, coba lakukan refleksi diri dengan tagar #10yearschallenge. Bandingkan dua foto dirimu yang memiliki rentang waktu satu dekade dari foto terbarumu. Cobalah mengingat kembali kondisimu (kesehatan-mental-ekonomi-relasi) dengan kondisimu sekarang. Indikator utama perjuangan hidupmu ada di jalan yang tepat adalah jika kamu menyadari bahwa banyak perubahan baik pada dirimu yang sekarang.

Seperti yang John Mayer bilang:

Hard times, help me see
I’m a good man with a good heart
Had a tough time, got a rough start
But I finally learned to let it go
Now I’m right here, and I’m right now
And I’m open, knowing somehow
That my shadow days are over
My shadow days are over now

Kamu yang sekarang mulai sadar menjaga kesehatan dan asupan gizi dalam makananmu. Kamu yang sekarang sudah mulai memiliki kendali emosi yang baik dan memahami benar pentingnya mencintai diri sendiri. Kamu yang sekarang meskipun belum berpenghasilan sesuai target tetapi tetap bisa menikmati hidup karena sudah belajar cara mengatur pengeluaran dan juga tentang pentingnya menabung. Kamu yang sekarang mengerti sepenuhnya bahwa merespon dengan kebaikan itu lebih agung daripada mengutamakan ego pribadi, meskipun bentuk responnya hanya dengan diam. Kamu yang sekarang sudah belajar bahwa mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan, sehingga kamu mulai menghargai setiap hal yang yang ada di hidupmu, termasuk momen-momen bersama keluarga dan teman dekat.

Lihat kan? Hidupmu tidaklah seburuk yang kamu bayangkan. Ibarat pepatah bahasa jawa: Urip iku mung sawang sinawang, mula ojo mung nyawang sing kesawang, yang artinya kurang lebih “hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat apa yang terlihat. Jangan mudah menyimpulkan dari apa yang terlihat.”

Everyone struggle. Dan sebagian orang itu tidak memperlihatkan episode kesusahan hidup mereka. Sementara sebagian yang lain sedang menikmati hasil perjuangan mereka yang sudah lalu. Because it doesn’t feel fancy to post on social media or tell other people about your current struggles.

Teruslah berjalan walau pelan, yang terpenting adalah jangan sampai kamu berhenti di tempat. Terus berjuang meski sering terhantam ombak, lalu jatuh atau malah mundur beberapa langkah, tapi yang terpenting setelah itu kamu harus bisa bangun kembali dan meneruskan perjuanganmu yang belum selesai. Karena sesungguhnya tidak ada standar umur dalam memulai sesuatu dan tidak ada standar umur sebagai batas akhir melakukan sesuatu. Pahami bahwa kamu tidak pernah terlalu tua maupun terlalu muda untuk memulai perubahan menuju hidup impianmu. Pun karir idamanmu atau target-targetmu yang lain.

Have fun trying, peeps!

Regards,
Dea

Image

Mereka dan Cerita dalam Diam

28 Jun

Dan mereka pun duduk di antara tumpukan jerami kering. Menatap jauh, menerawang. Bersama, menikmati aroma tanah yang baru saja selesai disiram hujan. Tenang. Menenangkan.

Mereka takut hujan. Takut petir yang menyambar dan diselingi gemuruh di sela-sela curahan airnya. Memberi kilatan warna yang secerah mentari di ujung kepala. Tak berani keluar dan bermain layaknya anak tetangga kompleks samping. Hujan bikin sakit. Hujan itu dingin dan memilukan. Hujan bukan sahabat mereka.

Mereka tak bisa didekati. Tak mau mendekat. Tak mau bercerita. Menghindari berkata, “kami takut hujan.” Lupakan saja. Semua tahu mereka tak butuh didekati.

“Sudahlah, itu percuma. Pedulikan hidupmu saja, lupakan mereka.”

Mereka tak peduli pada siapapun. Hidup adalah hari ini dan kemarin. Esok? Apa pedulimu. Kamu bukan Tuhan. Kalian bukan peramal yang selalu jitu menebak nasib. Lupakan saja.

Mereka hanya suka bau tanah sesudah hujan. Tak peduli seburuk apapun hujannya. Ada ketenangan sederhana, membungkus kenangan sederhana tentang rumput disana dan udara yang terhirup dibumbui bau rumput yang basah.

Dan sesederhana itu, mereka merasa bahagia lagi.

Regards,
Dea

Taksi

22 Mar

Selasa pagi ini menjadi hari pertama tanpa minum rendaman lemon. FYI, aku sedang rutin-rutinnya mengkonsumsi makanan dan minuman dalam bentuk asli tanpa diproses. Salah satu bentuk diet pencernaan yang sehat nih 🙂

Oh, apa kabar Indonesia hari ini? Setelah scrolling twitter dan baca berita online pagi tadi, baru sadar kalau di ibukota sedang ada demo besar-besaran terkait penolakan taksi berbasis aplikasi online. Termasuk didalamnya, melakukan sweeping terhadap taksi-taksi yang “tidak setia kawan” karena masih beroperasi dan mengangkut penumpang. Berbagai macam video berseliweran di sosial media dan sebagian besar berisi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pendemo.

Senang? Enggak. Takut? Enggak juga. Bingung? Iya. Haha. Kenapa malah bingung?

Jadi tadi pagi itu sebelum baca berita tentang demo supir taksi, sudah baca tulisan dari Prof. Rhenald Khasali yang dimuat di salah satu media online, berjudul “Selamat Datang Sharing Ekonomy”. Tulisan ini mostly membahas tentang perubahan mindset/pola pikir cara membuat dari generasi dulu ke generasi kini. Konsep mendirikan usaha yang dulu itu berarti mempersiapkan modal yang besar dan properti atas nama pribadi, hingga pengusaha muda sekarang yang cenderung melakukan partnership atau yang kemudian disebut dengan sharing economy. Adanya sharing economy yang dibantu oleh kemajuan teknologi ini membuat para pemilik usaha mampu menekan cost dan memasang harga yang lebih rendah dibanding dengan sistem konvensional. Pada akhirnya, usaha-usaha baru bermunculan dan mulai menekan bahkan menggeser usaha besar yang awalnya sudah mendominasi pasar.

Mengutip tulisan Prof. Rhenald Khasali:

Mereka mengeluh, utang setoran ke perusahaan terus bertambah. Padahal, uang yang dibawa pulang untuk makan anak-istri makin turun. Kita tentu prihatin dengan kenyataan tersebut. Apalagi jumlah pengemudi angkutan umum ini tidak sedikit. Seluruhnya bisa mencapai 170.000-an. Sampai di sini Anda mungkin bergumam: mengapa mereka tidak berubah saja? Ke mana para eksekutifnya? Mengapa mereka membiarkan pasarnya digerus para pelaku bisnis online tanpa berupaya melakukan perubahan internal? Tentu semua ini tak akan mudah.

Sampai di sini adagium perubahan kembali berbunyi: kalau rasa sakit manusia itu belum melebihi rasa takutnya, rasanya belum tentu mereka mau berubah. Maaf, pesan ini berlaku buat kita semua, baik yang sedang duka maupun yang masih gembira.”

Bukan yang terkuat yang akan bertahan, tetapi yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Perubahan adalah satu hal yang akan selalu terjadi dan tidak mungkin dibendung oleh siapapun. Satu hal yang patut dicermati adalah sikap yang kamu pilih untuk menanggapi perubahan inilah yang menjadi penentu apakah kamu bisa beradaptasi dengan perubahan itu atau tidak? Apakah kamu bisa terus maju ke depan setelah perubahan itu terjadi, atau justru jatuh tersungkur?

Pilihan sikap anarkis yang dilakukan oleh pengemudi taksi adalah bukti penolakan terhadap perubahan. Demo mogok taksi mungkin bisa menjadi salah satu cara dalam menyampaikan aspirasi dan kegelisahan yang timbul akibat adanya perubahan yang terjadi pada kehidupan masing-masing supir taksi. Sayangnya, bertindak anarkis menutup rasa empati dan emosi akan menghalangi pola berpikir yang jernih dari pihak-pihak terkait untuk menemukan solusi yang efektif dan efisien untuk kedepannya.

Jarang ada yang pihak bertahan dan tetap tegak berdiri ketika mereka melakukan penolakan terhadap perubahan yang terjadi. Sejarah membuktikan puluhan cerita kegagalan akibat pola pikir konvensional yang tidak mau berubah dan melakukan adaptasi.

Lalu , bagaimana menyikapinya? Berdamailah dengan perubahan. Intinya jangan menentang. Kita butuh cara baru yang berdamai dengan perubahan. Maka, kita semua akan selamat.

Love,
DEA 🙂

Hompimpah Day#40

1 Feb

Ada cerita yang bermula dari ajakan dan niat sederhana untuk membahagiakan anak-anak. Cerita itu berjudul Hompimpah. Dan Alhamdulillah hari ini adalah hari ke 40 dari awal kesepakatan untuk mengadakan #HOMPIMPAH di tahun 2016 ini.

Update hari ke 40.

Ada rasa bangga ketika salah satu dua tiga dan seterusnya bagian dari tim #HOMPIMPAH2016 mulai menagih promises yang sudah dijanjikan sebelumnya. Bangga ketika beberapa mulai merasa tumbuh sense of belongingnya. Rasa memiliki terhadap tanggungjawab masing-masing berdasarkan JD yang sudah ada, untuk memenuhi target yang mereka set sendiri.

Hari ini adalah tanggal 1 Februari. Hari pertama di bulan Februari. Fokus bulan ini sendiri adalah untuk official dan persiapan publikasi donasi serta fundraise. Dan hingga hari ini, setengah dari tim sudah memiliki action plan berupa step-step yang akan dilakukan hingga bulan Juni.

Kerasa bangga sama mereka yang sudah bisa berjalan dan berinisiatif sendiri. Kerasa bersemangat buat mengejar sebagian lagi yang belum set action plan mereka. Percaya bahwa proses itu boleh dijalani perlahan selama jalannya terarah. Percaya bahwa semua usaha dan kerja keras yang selama ini dilakukan tidak akan mengkhianati hasilnya.

S – E – M – A – N – G – A – T   🙂

Salam sayang,
Dea ❤

Horacio

25 Jan

There is something amazing that we don’t realize about being completely broken down.

When your heart is shattered, all of the pieces are all over the floor.

Good pieces, bad pieces.

Some of those pieces you love, some of those pieces you hate.

When you’re ready, pick up all of the pieces that you love, and love them more.

Then leave all the pieces that you don’t need anymore.

Next, find better people to hang around, healthy and fun things to do, and dope places to go…

Fill all those empty spaces in your heart with these better people, places, and things.

Love them more.

You deserve this better version of you.

Kalau Begitu, Baiklah.

8 Sep

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan bosan kamu berpaling pada perempuan lain. Kamu harus tahu meski bosan mendengar suara dengkurmu, melihatmu begitu pulas, wajah laki-laki lain yang terlihat begitu sempurna pun tak mengalihkan pandanganku dari wajah lelahmu setelah bekerja seharian.

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu enggan hanya untuk mengganti popok anakmu ketika dia terbangun tengah malam. Sedang selama sembilan bulan aku harus selalu membawanya di perutku, membuat badanku pegal dan tak lagi bisa tidur sesukaku.

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kita tidak bisa berbagi baik suka dan sedih dan kamu lebih memilih teman perempuanmu untuk bercerita. Kamu harus tahu meski begitu banyak teman yang siap menampung curahan hatiku, padamu aku hanya ingin berbagi. Dan aku bukan hanya teman yang tidak bisa diajak bercerita sebagai seorang sahabat.

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan sudah tidak ada kecocokan kamu memutuskan menyatakan cerai padaku. Kamu tahu betul, kita memang berbeda dan bukan persamaan yang menyatukan kita tapi komitmen bersama.

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu memilih tamparan dan pukulan untuk memperingatkan kesalahanku. Sedang aku tidak tuli dan masih bisa mendengar kata-katamu yang lembut tapi berwibawa.

Jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti setelah seharian bekerja kamu tidak segera pulang dan memilih bertemu teman-temanmu. Sedang seharian aku sudah begitu lelah dengan cucian dan setrikaan yang menumpuk dan aku tidak sempat bahkan untuk menyisir rambutku. Anak dan rumah bukan hanya kewajibanku, karena kamu menikahiku bukan untuk jadi pembantu tapi pendamping hidupmu. Dan jika boleh memilih, aku akan memilih mencari uang dan kamu di rumah saja sehingga kamu akan tahu bagaimana rasanya.

Jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti kamu lebih sering di kantor dan berkutat dengan pekerjaanmu bahkan di hari minggu daripada meluangkan waktu bersama keluarga. Aku memilihmu bukan karena aku tahu aku akan hidup nyaman dengan segala fasilitas yang bisa kamu persembahkan untukku. Harta tidak pernah lebih penting dari kebersamaan kita membangun keluarga karena kita tidak hidup untuk hari ini saja.

Jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu malu membawaku ke pesta pernikahan teman-temanmu dan memperkenalkanku sebagai istrimu. Meski aku bangga karena kamu memilihku tapi takkan kubiarkan kata-katamu menyakitiku. Bagiku pasangan bukan sebuah trofi apalagi pajangan, bukan hanya seseorang yang sedap dipandang mata. Tapi menyejukkan batin ketika dunia tak lagi ramah menyapa. Rupa adalah anugerah yang akan pudar terkikis waktu, dan pada saat itu kamu akan tahu kalau pikiran dangkal telah menjerumuskanmu.

Jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu berpikir akan mencari pengganti ketika tubuhku tak selangsing sekarang. Kamu tentunya tahu kalau kamu juga ikut andil besar dengan melarnya tubuhku. Karena aku tidak lagi punya waktu untuk diriku, sedang kamu selalu menyempatkan diri ketika teman-temanmu mengajakmu berpetualang.

Jangan buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih belum bisa menerima kekurangan dan kelebihanku. Sedang seiring waktu, kekurangan bukan semakin tipis tapi tambah nyata di hadapanmu dan kelebihanku mungkin akan mengikis kepercayaan dirimu. Kamu harus tahu perut buncitmu tak sedikitpun mengurangi rasa cintaku, dan prestasimu membuatku bangga bukan justru terluka.

Jangan buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih ingin bersenang-senang dengan teman-temanmu dan beranggapan aku akan melarangmu bertemu mereka setelah kita menikah. Kamu harus tahu akupun masih ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku, untuk sekedar ngobrol atau creambath di salon. Dan tak ingin apa yang disebut “kewajiban” membuatku terisolasi dari pergaulan, ketika aku semakin disibukkan dengan urusan rumah tangga. Menikah bukan untuk menghapus identitas kita sebagai individu, tapi kita tahu kita harus selalu menghormati hak masing-masing tanpa melupakan kewajiban.

Jangan buru-buru menikahiku, jika saat ini kamu sungkan pada orang tuaku dan merasa tidak nyaman karena waktu semakin menunjukkan kekuasaannya. Bagiku hidup lebih dari angka yang kita sebut umur, aku tidak ingin menikah hanya karena kewajiban atau untuk menyenangkan keluargaku. Menikah denganmu adalah salah satu keputusan terbesar di hidupku yang tidak ingin kusesali hanya karena terburu-buru.

Jangan buru-buru menikahiku, jika sampai saat ini kamu masih berpikir mencuci adalah pekerjaan perempuan. Aku tak akan keberatan membetulkan genting rumah, dan berubah menjadi satpam untuk melindungi anak-anak dan hartamu ketika kamu keluar kota.

Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir mempunyai lebih dari satu istri tidak menyalahi ajaran agama. Agama memang tidak melarangnya, tapi aku melarangmu menikahiku jika ternyata kamu hanya mengikuti egomu sebagai laki-laki yang tak bisa hidup dengan satu perempuan saja.

Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini masih ada perempuan yang menarik hatimu dan rasa penasaran membuatmu enggan mengenalkanku pada teman-temanmu. Kamu harus tahu meski cintamu sudah kuperjuangkan, aku tidak akan ragu untuk meninggalkanmu.

Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir menikahiku akan menyempurnakan separuh akidahmu sedang kamu enggan menimba ilmu untuk itu. Ilmuku tak banyak untuk itu dan aku ingin kamu jadi imamku, seorang pemimpin yang tahu kemana membawa pengikutnya.

Jangan jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir bisa menduakan cinta. Kamu mungkin tak tahu seberapa besar aku mengagungkan sebuah cinta, tapi aku juga tidak akan menyakiti diriku sendiri jika cinta yang kupilih ternyata mengkhianatiku.

Jangan jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir aku mencari kesempurnaan. Aku bukan gadis naif yang menunggu sang pangeran datang dan membawaku ke istana. Mimpi seperti itu terlalu menyesatkan, karena sempurna tidak akan pernah ada dalam kamus manusia dan aku bukan lagi seorang gadis yang mudah terpesona.

Jangan pernah berpikir menjadikanku sebagai istrimu, jika kamu belum tahu satu saja alasan kenapa aku harus menerimamu sebagai suamiku.

this is originally posted in here

Hal Sederhana Yang (Justru) Bikin Hidup Lebih Berwarna

5 Sep

Kadang geli juga kalau mendengar komentar orang lain tentang pilihan hidup macam apa yang kita ambil. Kadang kehabisan alasan buat menjelaskan rasa penasaran mereka tentang aktivitas-aktivitas yang kita selalu lakukan, hal-hal yg nampaknya kurang benefit menurut definisi mereka. Kadang sulit buat mereka mengerti ketika hal-hal simpel, yang meski sering melelahkan, tapi bisa bikin kita ketawa lepas.

Sama halnya ketika aku harus menjawab pertanyaan kenapa ketika sedang ‘suntuk’ dengan problema hidup (elaah), malah memilih main sama anak-anak. Juga pertanyaan kenapa dibela-belain tiap kali kesana meski kadang jaraknya jauh dan nggak dapet bayaran juga.

Fyi, I do teaching. I do two kinds of teaching. Kalau yang sore hari itu tanpa dibayar dan yang malem itu ada honornya. Trus mainnya kapan? Ya pas nggak ngajar lah haha

Kalo boleh jujur, capek loh itu nyaris tiap hari ngajar haha kadang bisa bikin aku nyampe rumah baru jam 10 atau 11 malam. Padahal di rumah masih ada peer adek yg perlu dikoreksi. It happens almost every single day. But the funny thing is, meski suka capek sampe ketiduran, mengajar anak-anak itu jadi satu-satunya aktivitas yg selalu (baca: SELALU) dilakukan tanpa mengeluh dan selalu semangat, sampai sekarang; baik mengajar yg dibayar maupun yg free. Nggak peduli sesibuk atau secapek apapun hari itu. Justru, meeting those kids is like… well, like charging my energy and even boosting my mood.

Lebih dari sekali ketika lagi feeling unwell or even moody, langsung mutusin untuk selesai ngapa-ngapain lebih cepet dan milih main bareng anak-anak itu (baca: main itu maksudnya ngajarin mereka bikin peer haha). Jadi waktu ada yang nanya kenapa nggak refreshing pergi kemana gitu atau ngobrol bareng temen atau shopping atau ngegame seru aja? Kenapa nggak ngerjain sesuatu yang seenggaknya nggak ribet melakukannya, karena toh anak-anak itu rewel dan kadang sulit diem? yaaaa well, cuma bisa dijawab “nggak tahu”. Yaaa cuma suka aja.

Suka lihat anak-anak kecil berinteraksi satu sama lain. Suka lihat anak-anak itu tertawa terkekeh hanya karena hal sepele. Suka ikut timpal menimpal saat mereka seru mengobrol. Suka saat melihat mereka akhirnya paham setelah dijelasin tentang sesuatu yg awalnya nggak dipahami sama sekali. Suka ketika tahu masih ada anak-anak yang se-carefree mereka, yang main bareng dan nggak pake ternodai gadget.

Dan, percayalah… masih ada orang-orang yang insist (menuntut) penjelasan yang lebih rasional haha nah kan, emang harus dijelasin model gimana sih?

Ada satu temen yang ngejelasin tentang konsep bahagia yang sederhana. Bahagia yang nggak bisa dinilai dengan materi. Sesuatu yang kalau makin dibagi akan makin kerasa. Hal sederhana yang bikin addict, yang dilakuin terus menerus karena merasa sudah menemukan apa yang bikin bahagia and it seems like dont need anything else in the current phase of life. It is the feeling that we have enough for everything.

Katanya kalau perasaan ‘settle’ kayak gitu cuma diri sendiri yang bisa paham. Dan nggak semua orang bisa ‘grasp’ hal ini. Atau mungkin lebih tepatnya, nggak banyak yg punya kesempatan untuk mengalami momen ini, ditengah aktivitas dan kesibukan mengejar cita-cita dan tujuan hidup (elaah), jadi terkadang mereka menjalani hidup dengan ritme cepat.

I read somewhere in the internet, a part of conversation in a movie, “A word of advice: try to slow down your daily rythme, once in a while, sit down somewhere and take a closer look to whatever happen around you. Try to contribute something to your society, that paid you nothing. Pick a cause that reflect your inner value or issues that you agree to support with. Do all those and never expect anything in return. After a year or two, come see me again, and tell me about it.”

Aku jadi inget kata-kata “it’s the simple things in life that make us happy.” Memang ya, kata-kata itu jadi lebih bermakna ketika kamu pernah mengalaminya 🙂

Bagaimana ceritamu? Pernah ngalamin simple happiness?

Regards,
Dea

Belajar Mendengarkan

14 Aug

Ketemu orang itu memang menyenangkan, tapi mendengarkan orang bercerita itu seru! 🙂

Setuju banget waktu baca quote yang bilang kalo siapapun yang kita temui itu punya cerita tersendiri yang kadang bisa jadi berharga banget untuk kita dengarkan (kalau mau). Kalau di facebook itu ada yang namanya fans page Human of New York (HONY). Page ini membahas tentang cerita-cerita orang yang ada di sekeliling penulis (nama penulisnya Brandon), yang mayoritas tinggal di New York. Karena si Brandonnya itu tinggal di New York dan maka dari itu namanya Human of New York haha.

Fans page ini memang sangat menarik terutama buat kamu yang selalu beranggapan bahwa dunia sekarang hanya dipenuhi oleh orang-orang yang entah itu mementingkan kepentingan pribadi atau punya niatan terselubung. Brandon ini dengan suksesnya secara sederhana menunjukkan ke dunia bahwa sebenarnya dibalik penampilan sangar atau jutek atau tak pedulinya orang-orang di sekitar dia itu, ternyata masing-masing dari mereka menyimpan cerita-cerita tersendiri yang menjadi bukti bahwa mereka masih manusia yang sama dengan struggle (perjuangan) mereka masing-masing. Hanya saja, terkadang kita terlalu cuek untuk bertanya dan mendengarkan cerita-cerita dari manusia-manusia lain yang kita anggap kurang berpengaruh atau bahkan tidak memberikan keuntungan bagi kita secara langsung.

Belajar mendengarkan orang lain itu bukan hal yang mudah. Apalagi kalau kamu terbiasa aktif di sosial media yang makin kesini, makin menuntut kamu untuk selalu show off, untuk selalu menunjukkan apa yang kamu rasakan dan apa yang kamu pikirkan. Sehingga pada akhirnya, kamu akan terbiasa untuk bercerita, bukan lagi mendengarkan. Terbiasa untuk berpendapat secara leluasa dan kurang bisa menerima masukan yang bersifat mengkritik. Well, the perks of living in the era of constant need to share about everything. Lol. Mungkin karena belum lengkap rasanya kalau belum update tentang kegiatannya atau makanannya atau tempat yang dikunjungi. Setelah itu cek notifikasi, siapa tau ada yang mengapresiasi dengan ngasih like atau love haha kan yang penting like/love nya yang banyak, masalah manfaatnya ya belakangan aja. Yaelah, kayak kamu enggak gitu juga aja de hahaha

Balik lagi ke topik tadi. Analogi sederhana tentang mendengarkan orang lain. Sesama coffee-lover, ketika ditanya tentang kopi, si A bercerita panjang lebar passion terhadap kopi yang membuatnya rela berkeliling dari satu kota ke kota lain untuk mendapat biji kopi yang berkualitas, yang terbaik. Jika kamu tidak sibuk berpendapat dan fokus mendengarkan, kamu mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana cara menyimpan biji kopi yang baik dan membuat aromanya tetap tahan lama, dimana saja mendapatkan biji kopi yang berkualitas, atau bahkan mungkin juga tentang cara membuat komposisi seduhan kopi yang baik.

Kemudian, setelah belajar dari si A, kamu ketemu coffee-lover yang kedua, si B. Biasanya yang terjadi adalah kamu merasa sudah banyak tahu soal kopi dan akan sibuk bercerita tentang apa yang kamu tahu kepada si B karena percayalah, jadi orang yang dianggap banyak ilmunya itu selalu menyenangkan. Sayangnya, momen ini juga lah yang menentukan apakah kamu sudah berhasil mendengarkan orang lain atau tidak.

Padahal, semisalnya kamu mau merendah dan berhasil menunjukkan bahwa kamu adalah pendengar yang baik, kamu akan belajar hal baru tentang topik yang sama (tentang kopi). Kamu akan belajar bahwa si B ini adalah pengusaha kopi yang sangat mengerti secara mendalam tentang tren kopi. Si B ini mungkin tidak sepaham si A dalam menjelaskan keunggulan biji kopi di daerah satu dibanding daerah lain. Tetapi si B mempunyai pengalaman dalam mengetahui tren kopi untuk pasar pencinta kopi yang lain dan juga mempunyai ilmu yang mumpuni tentang bagaimana teknik marketing yang bagus berdasarkan pengalaman pahit manisnya selama menjadi pengusaha kopi. Ilmu yang tentu hanya akan didapatkan kalau saja kamu terbiasa mendengarkan orang lain. Bukan terbiasa bercerita tentang apa yang kamu tahu.

Panjang yah analoginya? Haha ya gitu itu

Well, masih inget kata-kata, “masih ada langit di atas langit” kah? Peribahasa itu sebenarnya mengajarkan kita untuk selalu merendah. Inget ya, bukan rendah diri tapi rendah hati. Kesempatan untuk belajar itu hanya akan bisa dilihat oleh mereka yang merasa belum puas untuk mengerti dan antusias mendengarkan cerita orang lain. Karena semakin sering seseorang mendengarkan dan belajar dari orang lain, dia akan semakin sadar bahwa ternyata masih banyak pengetahuan yang belum diketahuinya. Sedangkan ketika kamu kurang apresiasi terhadap cerita orang lain dan tidak sabar mendengarkan, kemungkinannya adalah kamu melewatkan kesempatan yang sangat bagus untuk belajar dari pengalaman orang lain.

Satu hal yang pasti, setiap kehidupan yang dijalani masing-masing manusia pasti punya cerita mereka sendiri-sendiri dan hampir selalu berbeda antara satu dengan lainnya. Sedangkan umur manusia terlalu pendek untuk menjalani setiap pembelajaran, jadi nggak mungkin dong kita bakal punya kesempatan untuk mengalami semua hal itu. Terus gimana dong? Ya itu tadi, keep on listening to their stories. Learn from those experiences. And then, start to apply the lessons you got from them in planning your own moves in life.

A win-win situation, right? Sambil memberi kepuasan orang lain dengan mendengarkan cerita mereka, kamu juga mendapat ilmu dan pengetahuan yang berharga. Kalau sudah tau manfaatnya, yuk, mulai belajar untuk lebih sering mendengarkan orang lain 🙂

Regards,
Dea

Terbungkus Kerinduan

31 Jul

Sesuatu yang tidak perlu didebatkan bahwa rindu adalah hal gaib terindah dalam hidup.
Kenapa tiba-tiba ngomongin ini? Because, right now, I’m missing somebody, terribly. Yang belum bisa ketemu karena aktivitas, dan entah orangnya nyadar apa enggak. Sedih juga ya kalau rindunya itu nggak keturutan haha bawaannya jadi kepikiran terus.

Belakangan ini ada beberapa kerinduan yang belum kesampaian. Rindu main pasir dan basah-basahan di pantai. Rindu camping dan tidur beratap bintang-bintang. Rindu ketemu orang tua yang kemarin nggak bisa merayakan lebaran bareng-bareng. Rindu mendadak sama mie aceh  dan ketela gorengnya yg di daerah pleburan, tapi bapaknya belum pulang dari aceh buat jualan lagi sampai sekarang. Rindu sama Kota Solo dan teman-teman lama di sana, sebenarnya lebih rindu sama kebiasaan nonton wayang orang tiap malam minggu di sriwedari sih. Rindu sama kamu, yang lagi penuh waktunya dan nggak berani aku ganggu, yang bahkan aku ga berani bilang karena pengen kamu fokus ke apapun yg sedang kamu kerjakan.

Terkadang, rindu itu memang pedih, tapi ia adalah kepedihan yang berujung manis. Karena ada kebahagiaan berlebih saat terpenuhi dengan yang diinginkan.

Nah kan, rindu itu memotivasi orang jadi sedikit lebih “lebay” dari biasanya hahaha semoga yang sedang merindu segera terobati yah 😀

Regards,
Dea

Sharing Is Caring: Rahasia Untuk Kaya, Berkecukupan Dan Selalu Merasa Diuntungkan

28 Jul

Hari ini mulai nerapin yg ditulis di artikel ini dan beneran kerasa manfaatnya. Mulai dari ngurusin line telp rumah yg error entah dmn nya, trus air yang ga bisa dihubungi, di-skip sama brt, kedudukan, sampai bahkan lupa ngecharge ponsel.

Saat merasa selalu diuntungkan, ada saja hal baik yang bener-bener terjadi dan bisa disyukuri.

Tiba-tiba ada yang mau membantu menggantikan. waktu insiden brt itu ngelepas rasa keselnya, trus direlain eh ternyata dapet temen baru, udah gitu ditolongin pula. waktu hp mati dan harus berangkat sendiri, eh ternyata sempet ketemu Erik Markos​ di jalan (temen dari panama yang besok pagi udah flight pulang ke negaranya, kebetulan banget!). Waktu pulangnya masih dengan kondisi yg sama, tau-tau ada mbak2 yang nyapa trus nawarin bantuan, baik banget :)) bahkan saat nggak dapet barang yang dicari karena keduluan, trus kan positive thinking, mikir yah mungkin jatahnya orang, eh ternyata dapetnya malah stok yang baru dikeluarin.

Mulai sekarang dan seterusnya mau berpikir “merasa diuntungkan” terus lah, jadi kalau yang terjadi nggak sesuai harapan, percayalah bahwa sesungguhnya ada kebaikan dibaliknya yang “belum” kelihatan. Baru bener-bener paham arti “everything happen for reason” (in a good way) haha kuncinya cuma berpikir bahwa apapun yg terjadi di hari-harimu atau hidupmu adalah yg terbaik, dan jangan mengeluh tentang apapun itu.

Anyway, This mindset did work for me, you should really give it a try! 🙂 Bacaan bagus nih~

untuk selalu merasa diuntungkan

Kalo tertarik buat baca artikelnya, bisa banget langsung klik gambar di atas ya. anyway, word of advices, emang bener apa yang dikatakan sama penulisnya. Konsep itu adalah mindset pikiran yang hanya akan benar benar dipahami ketika kamu menerapkannya di kehidupan kamu sendiri. Kalau sudah dipraktekkan dan ada hasilnya, boleh dong dishare di sini 🙂

Regards,
Dea

Red

27 Jul

I have a bright type of skin. The disadvantage of having this type of skin? It gets red easily. Very very easily. Especially when it comes to stay directly under the sun for some periods of time; and also whenever I got too emotional talking or thinking over certain subjects. Or someone somehow piques the sensitive part of my brain, which in another word, makes me cry. Then I will have this embarrassing red-spreading area around my eyes that vastly go down to the cheek.

These are days when I barely go out or simply do not facing the sun directly at any cost, my skin will get even paler and paler. In these kind of day, I would prevent myself to anything that scream too much emotions at all. Believe me, those red marks just happen to be really embarrassing and clearly noticeable.

And today…is one of these embarrassing day.

Regards,
Dea

Semarang: Iftar Picnic Plan In Tugu Muda

23 Jul

Living in a city for longer than 2 years could provide you with more time to explore more of its hidden yet pleasurable parts of the city. I know that in most of people first impression of Semarang always about its various and delicious culinary dishes, well, because that’s what the city best known for. Yes, the food still interest me til now, but by the time I already stay longer than 4 years, it is the activities and the events that keep reminding me of a good times this city could always provide. Better yet, I got friends and a lot of friends to create moments with.

Recently, I crossed off another wish in my have-to-do list, which is held a public outing in one of Semarang’s green open space. Or perhaps something like a picnic in the public park. Several days before the Ramadhan ends, the idea to held a potluck gathering in a public park comes up in the conversation and most of people in the group easily agree with it. No detailed yet about when or where or how the gath will be, but I think the idea of group outing enthusiast everyone so they just go along with it. After some considerations, it was agreeable to held it on one of known public park in Semarang, which is Tugu Muda Park. Tugu Muda Park is a circle park surrounding the Tugu Muda’ statue located in one of the busiest intersection in the city.

Planning an outing potluck gathering is rather easy. You just need to make a list of who will bring what kind of food, simply to make sure there will be a variety of the dishes and you can easily bring something that someone hasn’t put on the list yet. Since it held in the outdoor area, make sure to pick a day that has less or even no possibility of raining; and don’t forget to bring something to cover the place you guys will sit. Also prepare for a proper amount of plastic/paper plates and cups and spoons and forks. That’s it.

Oh, one more thing. dont forget to pick the place and set the clear time and make sure everyone familiar with the direction of the place. Having difficulty explaining the location to a person who dont have a good orientation skill? Simply share your gps location. Nowadays everything just one click away.

altAgQiZRezU_5YRV8avopOLCMJOAkSk1qua3AxbIIy7MrSb altAi4KkHcTJN4SMzf8YL07pU0NAOOOK-1JkrGmyQnsaJ2Nd altAi4KkHcTJN4SMzf8YL07pU0NAOOOK-1JkrGmyQnsaJ2Nf altAi4KkHcTJN4SMzf8YL07pU0NAOOOK-1JkrGmyQnsaJ2Nfa altAnuJiys6qfT2KS55bW2-PIeFxwyTe_J7QSHRQFmXyJ42 altAnuJiys6qfT2KS55bW2-PIeFxwyTe_J7QSHRQFmXyJ42a altApRa6tzkNHirC3Y-cMDd487WTWg7FYso1VrS8FjJnUBA altAuyDVqZHN8rqZ-S7aFIlKYnrUphprjkdTmM4hHfrqjzV

This is a monthly gathering of Couchsurfing Semarang, held in Tugu Muda’s Park on July 15, 2015. The spirit was awesome. The circumstances was lovely. I mean there is no rain, the wind was not so strong yet enough to comfort every single person attending the gathering. The foods were marvelous. LOL I mean there were literally so much food for everyone to eat and even still a lot of leftover which some of them still perfectly sealed.

This might be the first of many picnic moments that I would certainly love to plan again. And thanks again to everyone contributed in this moments, especially mba Eny for once again being the lovely CS ambassador and bring all of the necessary equipment for us to eat, drink and sit.  See you again in another plans, another places, and another public outings, guys! 😀

Regards,
Dea

Attending A Group Iftar, Should You? Or Should You Not?

15 Jul

I usually do ngabuburit (ngabuburit is a term indicating activity/ies in the afternoon, while waiting for break-fasting) by scrolling down my twitter’s timeline. After finished doing all the preparation for iftar in the kitchen, well, honestly i don’t do anything helping since everything being taken care of my aunt and sister, so all I do is just waiting for them, smelling the deliciousness of the food prepared. Hahaha when people in your home think and believe that you can cook nothing, you actually do yourself a favor of not fussing and wasting your energy in the kitchen while you can use it for something else hahaha such a bad example 😛

Anyway, I was just scrolling mindlessly on twitter with no interest reading anything further, well, that is, until I read some tweets being tweeted by a famous account and judging from the respond of the follower that being retweeted, it seems like a pretty heated discussion. It all begin with a simple question: “why do you think you feel unsure for coming to an iftar (breakfasting) activity with your friends?” Yep, the reasons you might don’t want to participated on a group iftar. A common question, not-so-interesting one, at least, til you read the answer.

The responds to the question come from a lot of people, it ranges from simple, common answers to creative, unique answers that you might not think about.  Some has simple answers like the date do not matched, the place to do iftar is consider expensive, not feeling close with the people who invited you or simply because you know the event from someone but you’re not directly invited. This kind of reason that commonly create doubt in people but dont usually get to be said out loud. Yeah well, there is person who is bold enough to say it but still uncommon to be heard of. Whenever this kind of situation become a reason, most tend to present other reasonable excuses to cover it, just in case you need to look convincing enough that you actually unable to come.

Some others reasonably said that the place is too far, also that they concern about how to get back home safely, not getting parent permission, or even having another iftar planned in the same day. This kind of things are waaaayyy more common that the first group I explained before. This is a safe yet acceptable excuses both for the one who say it and them who hear it. But I think, sometimes excuses like this are easy to be argued by other who able to offer helps, either to pick you or other help.

Few examples of worse reasons of why one wont come, such as: (1) “Ajang pamer” (an activity of showing off whatever it is that one has achieved). This reason honestly become the one most inconvenient situation. I personally think that it has to do with the kind of friendship you have since the beginning, the type of friends and the purpose of starting the friendship in the first place. Eventhough in some cases, situations make people change their attitude and being too proud of their achievements, of what they have, more than they should be. If it was the later, than you just need to always remember keeping your ego and emotion in check. (2) “Cant bear meeting the legendary ex-boyfriend.” LOL. seems like someone having trouble on moving on. No need more comment on this one haha. (3) “Jobless or having no job whatsoever.” Well, this situation most likely happen to a recent graduated uni students. While before the tittle as student in university gave them a comfort sense especially to those who are involved in various kind of social works or organizations, being recently graduated student make them somewhat more insecure about their status in society and in front of friends who already stabilized enough as in have a job. How to solve this? Don’t worry too much, fill your currently free time with different kinds of activity, can be a volunteering work or learning new skill or language or even do travel to somewhere. Always remember that there is up and down in life, so enjoy your now. There is no need to be embarrassed about it.

And for me, the most common reasons are because the place is too far or I don’t feel close with the people invited me or don’t feel comfortable to be around them. There are, perhaps, a lot more excuses to be said. Some even were too lazy to come. The thing is that whenever I think about the objective of an iftar that is to get together with old friends and get update about each other well-beings, most of the time I pushed down that laziness feeling and all of those excuses that I might have before and decide to attend the iftar. I realized that time is the most precious thing a human can have. I also realize that most of chances one could lose good things/moments supposed to happen in their lives simply because they didn’t invest enough time to work on it.

So, if, in any chances, you decide to not come to an iftar gathering using every plausible reasons that come to your mind, think it thoroughly. What kind of fun conversation that I might miss to hear? What kind of happiness shared that I dont get involved to? What kind of laugh that I didn’t get to experience? What kind of connection that you cant make simply because you weren’t there? And etc etc. Instead of busy thinking about what others will think about you, you’d better focus on whatever good possibilities that might’ve happen if you come. Some moments are getting worser when you overthink about it and getting better when you actually acknowledge that it is not as bad as you first thought of.

I said, give it a try! Enjoy your fun iftar! Cheers! 🙂

Regards,
Dea

Bahasa Indonesia

10 Jul

Blog ini entah sudah yang ke berapa kalinya aku buat blog, baik yang memakai nama sendiri dan bisa di search di google, maupun yang anonim alias menggunakan identitas lain karena isinya yang bersifat cenderung lebih privat. Kalau dihitung-hitung memang kurang lebih ada tiga blog yang aktif dan masih sering di-update. yang lain gimana? yaaa, well, waktunya yang enggak cukup buat rutin posting di terlalu banyak tempat dan memang butuh fokus karena nggak bisa asal posting aja kan? 🙂

Ngomong-ngomong soal blog, dulu awalnya buat blog karena pengen latihan writing (menulis dalam Bahasa Inggris). Kayaknya pas jaman-jaman segitu kalau bisa nulis postingan apapun pakai bahasa inggris itu keliatan keren abis haha akhirnya karena kepengen yaaa bikin blog. Kadang kalo lagi bosen suka scroll ke bawah dan lihat postingan-postingan lama. Dari mulai isinya cuma nulis puisi dengan kosa kata yang pas-pasan, posting lirik lagu Bahasa Inggris, sampe postingan yang isinya curahan hati anak remaja (yang ini mah masih agak lumayan). Suka geli sendiri waktu baca-baca lagi. Seingatku dulu waktu nulis postingan-postingan itu udah merasa keren dan mulai super banget bahasa inggrisnya, tapi sekarang (5-8 tahun kemudian) pas dibaca-baca lagi ya kelihatan banget itu nulis cuma asal nulis, nggak memperhatikan tata bahasa yang baik. Apalagi kosa kata yang dipakai ya itu itu aja, sampe bosen liatnya hahaha

Apakah malu sama tulisan pas jaman segitu? ya enggak dong. Itu kan ya emang bukti sejarah dulu awal mulai belajar menulis pake bahasa inggris. Masa-masanya masih fascinated banget kalau disuruh ngarang pake Bahasa Inggris. Selain itu, buat pembelajaran dan pengingat juga, bahwa sebagus apapun kemampuan menulis Bahasa Inggris saat ini, masih ada kemungkinan bahwa esok entah kapan di masa depan postingan ini bakal aku baca lagi dan sadar bahwa masih banyak yang kurang dan masih perlu lebih berlatih lagi. Karena akan selalu ada langit di atas langit 🙂

Kalau sekarang sih sudah lumayan. Misalkan mau nulis artikel apapun dalam Bahasa Inggris, asalkan sudah punya topik dan tau apa-apa aja yang mau ditulis itu sudah cukup, hanya butuh teh panas dan duduk di depan laptop lalu ngetik. Sekali dua kali revisi dan dibaca ulang lalu diposting. Paling-paling googling kalau butuh definisi/istilah tertentu atau quote dari orang-orang terkenal. Oh, dan beberapa gambar buat bikin artikelnya keliatan lebih menarik hahaa

Sayangnya, ketika keseringan nulis pakai english terus bikin jadi rada kagok nulis pake bahasa indonesia. Taunya darimana? Pernah beberapa kali waktu blog-walking, baca blog-blog orang yang ditulis pakai bahasa indonesia, yang bahasannya lugas trus to the point, menarik bahkan berkesan banget pas dibaca, sampai akhirnya tertarik buat nyoba nulis lagi pakai Bahasa Indonesia. Alasannya? biar lebih tereksplor dan lebih dalam ketika menulis. Bisa dilihat kan belakangan di blog ini ada beberapa tulisan yang pakai Bahasa Indonesia? well, kamu harus lihat yang ada di draft postingan yang belum selesai nulisnya karena kehabisan ide haha

Tantangannya sekarang, sebenernya banyak yang berakhir cuma jadi draft bukan karena kehabisan ide sih, tapi lebih karena udah lama nggak nulis pake Bahasa Indonesia, udah lama nggak terbiasa nulis dengan tata bahasa yang menarik menggunakan Bahasa Indonesia. “Loh? nulis kan ya nulis. katanya udah terbiasa nulis? harusnya udah biasa dong.” <= yang bilang kayak gini emang minta dijitak.

Beda loh. Ada perbedaan yang cukup dasar antara menulis dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Salah satunya tentang tata bahasa yang digunakan. Cara gampangnya, kalau kamu pake google translate untuk menejermahkan suatu kalimat dari bahasa satu ke bahasa lain, pasti hasilnya suka nggak karuan. Alesan aku aja sih ini mungkin haha tapi seriusan pas nulis artikel di Bahasa Indonesia itu jatuhnya stuck dan nggak selesai :”). Pernah suatu kali pas stuck nggak ngerti mau nulis apalagi, akhirnya nerusin pakai Bahasa Inggris, dan taraaa…akhirnya selesai. hahahha aku nggak ngerti lagi haha

Well, yang namanya sudah terbiasa sikat gigi sebelum tidur bertahun-tahun, pasti bakalan ngerasa aneh kalo tiba-tiba pasta giginya habis dan akhirnya harus tidur tanpa sikat gigi. Sama halnya dengan menulis. Maybe I’m good at writing stuff in English because I use English in writing frequently, like almost every week, while I don’t get to used writing article in Bahasa Indonesia more.

So, yah memang susah sih membiasakan lagi menulis pakai Bahasa Indonesia, meskipun dulu pas SMP dikenal guru bhs Indonesia banget karena udah bikin novel nyampe 80-an halaman (yang sampe sekarang belum selesai karena lupa nyimpen di disket yang mana hahahaha jaman dulu banget yah pakenya disket :)). Tapi kan yang namanya manusia hidup nggak boleh berhenti belajar, jadi nggak ada salahnya belajar lagi membiasakan nulis pakai bhs Indonesia. Toh, lahir di Indonesia, besar di Indonesia, tinggal di Indonesia, dan sehari-hari pakai Bahasa Indonesia. Yuk, mulai menulis pakai Bahasa Indonesia (meskipun ga janji sering-sering nulisnya haha)!

Regards,
Dea

On My Life, Lately.

6 Jul

I kind of not knowing what to do lately, except re-reading some old collection of books, browsing weird terms and knowledge, watching movies. Since it’s a school holiday, I don’t do private teaching course. It also an after final semester exam which means I don’t have class to attend or assignments to do. And well, I don’t take a new role in the organization, which make my current schedule become even flexible than ever.

Ramadhan means the time of the year for fasting, for saving the energy (LOL maybe it just me), for spending more time with families and friends. Having a lot of free time to myself, I busied myself by attending some non formal classes and charity events. Also apply for volunteering in a place to teach very young children until almost-grown up kids near Simpang Lima. And all of sudden, I don’t have too much available time except for Friday and weekend, which soon already been filled by Iftar (breakfasting) plans with friends, either from organizations, projects, internship, or communities. Hahahaha I start to think that I cant handle of being lazy and sleeping all day and not doing anything longer than two days, don’t I? =P hey, it’s good to be busy, and I can always use some more friends in my life haha

Anyway, lately there are a lot of things that I read online, either it’s interesting or not. good or silly. Applicable or simply theoretical. Theological mindset or scientifically proven. And a lot things that I cant really put into classification. Sometimes, when I scrolled down the timeline either in Facebook or in Twitter, I usually found some status or more like a short story or a long conversations that talking about relationship. It can be between girlfriend and boyfriend or husband and wife or people in our society or anything. While the contents–most of time–are meant for giving out a good values and better perspectives on how to see a relationship in a different light, unfortunately there are few stories that are making me sick just reading its first few sentences. No, not that I don’t like love story. It just….I cant grasp the main reason of why the story to be told that way. Making it looks more unrealistic because it was given too much lebay-ness hahaha lebay-ness, what a word..

The example of to much doses of lebay-ness love story is when it seems that life mainly focus merely on the relationship itself. It looks like that love is the only thing that matter in life OR the story tells about an imaginative condition of love that it will survive no matter how bad your partner treating you during the periode of relationship. OR, it’s about a person that give up their life for their other behalves, even though they wont get anything out of it and then in the end, after years of living the life that way, the partner realize and the happy ending suddenly happen. Well, in case you haven’t figured out it yet, the chance it actually happen in the real life (perhaps) is only 1 of 100 cases. Speaking of nonsense way to living our life, dear.

And here, I wonder how many people actually believe of those stories and did take it into consideration whenever they want to act in an almost similar situation.

A story worth reading for is the one that educate us to learn something that benefit us in life. A good story talks about a possible and solutive way to face situations in life. Even on a minimum benefit that if a story merely meant to entertain us, it should give us different perspective on seeing things that make it more entertaining and give actual difference on how to see things. Or well, at least, a story shared in a media where wide range of people can read them supposed to at least not giving them unrealistic imagination of something.

Haha I don’t mean to make a limitation about what people can post in social media or what doesn’t. Well, nobody cant control what others do anyway, right? Yet, I’m allowed to decide what I want to read and whatnot. I have my privilege on what I prefer to show up in my timeline in social media. And I can do whatever it is necessarily to do for filtering information or perspectives that possibly affect my way of thinking. And guess what? You can too.

I think I’m gonna start unfriend or unfollow or hide friends that often posting such stories in their status since today. To give more spaces for a worthier stuffs to be shown up every time I scroll down the news feed/timeline. Because they said, the less things you need to be focused on, the more focus you become for more actually important things. Sometimes, some changes are needed to make your life better, guys!

Regards,
Dea

Tiga Tipe Orang Di Job Fair

9 May

three-stooges

Masih bahas soal job fair universitas nih. Jadi, tadi berangkat ke job fair jadinya bertiga. Ada aku, kamu dan dia. Elaah haha *wink* tapi emang beneran bertiga. Ada aku, satu temen cewek, satu temen cowok. Dan, well, secara nggak langsung kayak merepresentasikan tiga jenis karakter yang berbeda di job fair.

Jenis karakter pertama, namanya Rahil. Fresh graduate Psikologi. Bener-bener serius buat cari kerja. Sesuai dengan postingan yang ini, rahil did crossed all of the points on the list. Dia pakai baju formal, bawa berkas-berkas yang lengkap, tahu mana kira-kira jenis pekerjaan yang dia mau, bahkan dia rela muterin satu auditorium trus berkunjung ke beberapa stand lebih dari sekali sambil memakai heels. Nah. In my opinion, she has everything that is necessary to be a perfect example of a good job-seeker. Ini bukan ngomongin soal peluang loh ya, itu tergantung sama kemampuan dan takdir masing-masing, tapi ini lebih bahas tentang persiapan. Beruntung tapi nggak prepare ya, kurang optimal juga haha. Tingkat ke-niat-an: 80-100%

Jenis karakter kedua, namanya Dikki. Fresh graduate, Teknik sipil. (Kelihatannya) serius cari kerja. Pakaian formal; kemeja putih bergaris, sepatu, dan celana jeans yang sobek di lutut. Nggak bawa berkas-berkas yang diperlukan. Saat ada beberapa lowongan yang bikin tertarik, nanya, “(lowongan) yang itu bisa daftar nggak ya kalo nggak pakai berkas-berkas?” atau Rahil yang bilang, “(Lowongan) yang itu bisa daftar online juga kok, dik.” Sekali lagi, bukan ngomongin peluang aja, tapi lihat preparation-nya juga, kan? Sayang banget kan kalo ada satu dua yang bikin kamu tertarik, tapi nggak bisa dicobain cuma gara-gara ga bawa berkas atau berkasnya nggak lengkap, right? Karakter kedua, tingkat ke-niat-an: 30-70%

Jenis karakter ketiga, namanya Dea. Mahasiswa semester akhir, datang job fair cuma karena penasaran. Nggak pengen bahas yang terakhir ini sih sebenernya haha. Pakaian nggak formal sama sekali. (mungkin) jadi satu-satunya yang pakai kaos item, celana jeans, dan sandal pergi. Iya, kaos. Iya, celana jeans. Iya, sandal (meski bukan sandal jepit sih, tapi tetep aja). Ikut datang job fair cuma bermodalkan note book kecil, bulpen sama power bank. Apalah itu yang namanya berkas-berkas buat ngelamar kerja, hanya butiran debu tak berarti, kan yang penting hadir di job fairnya dulu LOL. Bahkan orang lain yang melihat juga bisa tahu kadar ketidakniatan karakter jenis ini. Sebut saja, mbak penjaga stand salah satu perusahaan terkemuka, yang berdiri di depan stand dan semacam membagikan brosur-brosur. Mbaknya (dari bahasa tubuhnya) sudah setengah jalan mau memberikan brosur lowongan kerja di perusahaan terkait, tapi ada jeda beberapa saat dimana mata si mbak ini scanning dari atas ke bawah, ngeliatin penampilan si Dea, dan batal dong ngasih brosurnya. Si Dea nya cuma bisa nyengir dan move on ke depan. Sakit yah, gagal seleksi cuma dalam sekali pandang haha tapi konsekuensi ya gini kalo persiapan niat ga niat. Karakter yang ini, tingkat ke-niat-annya sangat rendah: 0-10%, jarang bgt bisa dikategorikan 20%, kan emang (kelihatan) nggak niat.

Kesimpulan:
Nggak semua orang terlihat seniat yang mereka kira. Jadi kamu pernah jadi yang mana?

P.S. bukan judging, buat pembelajaran aja, no harm intended. 😀

Regards,
Dea

The First Job Fair Ever

9 May

Nggak bisa yah nggak bisa kalo udah ngerasain yang namanya penasaran. Hal yang sama buat job fair. Belum pernah sekalipun bisa datang ke job fair – belum mau juga sebenernya daaan belum butuh juga (baca: doain pas lulus nanti langsung ada yang nawarin kerjaan jadi hemat waktu, tenaga dan duit 15ribu hahahaha). So….waktu senin kemarin ada info kalo universitas bakal ngadain job fair, hari H nya langsung nge-tap orang buat nemenin dateng ke job fair. Bukan, bukan buat cari lowongan kerja, bukan juga buat ngelihat seberapa banyak dan segimana saingannya kalo lagi cari kerja di job fair. Bukan, bukan itu. It was purely out of curiousity. Nggak bisa bilang enggak kalo sama rasa penasaran *wink*

Freshly coming out from the job fair (well, lunch dulu sih tadi), I think it will be more useful if I share few things that I learned from this job fair things.

Pelajaran pertama, DO DRESS UP. Maksud dress up di sini nggak usah yang berlebihan juga, justru jangan terlalu menor. Hal yang paling penting adalah nunjukin pas pandangan pertama bahwa kamu orangnya rapi dan bisa berbusana dengan baik (a.k.a sesuai dengan situasi dan kondisi). Karena penampilan bakal diperhatikan, pakai aja pakaian formal. Boleh pakai dress, pakai jas, pakai dasi, atau minimal pakai sesuatu yang berkerah. Daaan, sepatu. Believe me, looks matter, especially if it’s a walk-in interview/on the spot recruitment process.

Pelajaran kedua, DO PREPARATION. Siapkan yang namanya surat lamaran, curriculum vitae (cv) atau riwayat hidup, pass foto formal, legalisir ijasah, transkrip, and maybe…sertifikat pelatihan yang pernah diikuti, atau prestasi-prestasi lainnya. Berkas-berkas itu tadi kamu jadiin satu bendel dan di-klip. Kamu nggak bakal tahu seberapa banyak lowongan yang sesuai dan pengen kamu daftar, jadi bakal benefit buat kamu untuk mempersiapkan beberapa bendel biar punya kesempatan lebih luas untuk mendaftar di perusahaan yang lebih beragam.

Pelajaran ketiga, DO SPARE SOME TIMES. Take a day off just to prepare everything you’d need to prepare about the job fair thingy and, of course, to come and have your time looking to all the available job’s offers. Lihat job fair pas butuh kerja itu nggak sesimpel kamu pesen makanan pas kamu lapar. Kalau kamu lapar, trus pergi ke food fair, kamu bakal scanning makanan minuman yang ada dan menentukan yang mana pilihanmu, trus didatengin, antri sebentar, dan voilaa you have your food with you. Di job fair, ya kalo kamu baru mulai cari, atau belum tahu apa jenis pekerjaan yang kamu mau cari, atau belum tahu perusahaan-perusahaan yang ikut disitu, yaaaa bakal butuh waktu lebih banyak dan mengunjungi setiap stand perusahaan itu bakalan terjadi lebih dari sekali. Jadi salah banget kalo kamu beneran niat tapi memperlakukan job fair seperti sambilan dan cuma menyediakan waktu sejam dua jam buat mampir. Yaahh, nggak papa sih kalo emang cuma punya waktu segitu. Sekedar reminder aja, hal-hal yang dilakukan terburu-buru biasanya hasilnya nggak optimal 🙂

Oh well, one more lesson for me, DO WEAR HEELS. Ini hasil mengamati Rahil, wanita cantik yang paling niat bingit cari kerja, diantara kita bertiga. Bersyukurlah kalian yang memiliki postur tinggi, dan buat yang nggak berpostur setinggi model, bisaaaa banget pakai heels. Percayalah, itu bener-bener menguntungkan. Nggak cuma kamu nggak bakalan hilang di kerumunan, tapi juga bikin kamu bisa liat tiap-tiap stand secara jelas. Yaiyalah, ketika kamu menjadi tinggi, nggak ada itu yang namanya ketutupan sama yang lain *sigh* #bukancurhat haha jadi karena kamu udah baca infonya yang ditempel-tempel itu dari jauh, kamu bakal berjuang buat mendekat ke stand terkait karena kamu tertarik, bukan karena kamu pengen tahu apa yang mereka tawarkan. Yep, aku pakai kata ‘berjuang’, because you know what? Di beberapa perusahaan yang populer itu standnya minta ampun ramai dan harus sabar banget antri. Jadi, paham kan kenapa bakal menguntungkan banget kalo kamu mendekat karena mau daftar, bukan karena mau tahu infonya? LOL worthed it kok sakitnya beberapa jam berdesak-desakan pakai heels kalau untuk hal ini *wink*

 The last thing to do? Jangan lupa berdoa yah 🙂 manusia boleh berusaha sekeras apapun, mengetuk pintu sebanyak apapun, tapi sekali lagi, cuma Tuhan yang bisa mengabulkan.

Regards,
Dea